Hubungi kami 0811-2000-352
info@salman-alfarisi.com
Jln. Tubagus Ismail VIII no.42A, Bandung

Sebuah Bakti

 

Menjadi seorang guru merupakan hal yang menyenangkan, tetapi menjadi guru bahasa daerah atau sering disebut guru mulok memiliki sisi lain. Sisi yang kurang sedap dilihat dari prespektif prioritas bidang studi karena mungkin bahasa daerah (Bahasa Sunda) dianggap bukan mata pelajaran yang prinsipil sehingga dianggap kurang penting. Namun hal tersebut harus segera dipatahkan, karena sejatinya tidak ada ilmu atau pelajaran yang tidak bermakna, semua memiliki porsi dan dan perannya masing masing,

Ada problematika yang mendalam tentang minat para peserta didik terhadap bahasa daerah di era 4.0 ini. Seperti yang kita ketahui, kini generasi Alpha lebih memerlukan bahasa asing dari pada bahasa daerahnya sendiri. Lantas akan seperti apa nasib bahasa daerah pada masa yang akan datang? Masihkah digunakan sebagai alat komunikasi? atau hanya akan menjadi fosil yang tulisannya tergantung di dinding museum. Namun apapun yang terjadi di masa yang akan datang, saya sebagai pengajar bahasa daerah merasa bangga pernah menjadi bagian dari tonggak estafet keberlangsungan bahasa daerah.

Ujaran Johann Gottfried Harder yang dikutip oleh Hardjapamekas yang selalu saya ingat ketika asa mengajar mulai pudar adalah “ngatik téh saéstuna mah méré conto jeung ngawarah diri sorangan, lian ti éta ngan kanyaah” yang bisa dimaknai  bahwa sejatinya mengajar adalah memberi contoh dan mendidik diri sendiri, selain dari itu hanyalah rasa sayang. Jadi bagi saya, mengajar bahasa daerah adalah salah satu cara untuk memberi contoh dan mendidik diri saya sendiri agar selalu mencintai, menggunakan dan melestarikan bahasa yang pertama kali diajarkan seorang ibu, dan selebihnya adalah bakti saya terhadap generasi bangsa.

Oleh : Adisti Nur Aziza, S.Pd